Minggu, 05 April 2009

Yang terlupakan Didaerah Manggarai

Kebudayaan (kalau dilihat dari atas perbukitan) adalah sebuah cita rasa estetika. Mungkin terwujud secara tak sengaja melalui keseharian masyarakat pendukungnya. Contohnya seperti Sawah Lodok di Cancar Manggarai sebagaimana tampak di photo ini.
photo by Flores Out-door
Kadangkala disebut juga dengan istilah Sawah Lingko atau Sawah Ulayat. Hanya ada di Cancar ruteng Manggarai, NTT, lho...mungkin kagak ade di Chine. Kira - kira kalau dari Ruteng memakan waktu setengah jam perjalanan naik oto.

Jangan lupa naik kendaraan yang ada jendelanya. Supaya Anda dapat membuang pandang pandang ke lembah - lembah yang terhampar luas di sepanjang jalan.Di situlah kita melihat paduan antara keajaiban alam dan keajaiban citarasa manusia yang sesungguhnya. Sawah - sawah mengapung hijau serupa jaring laba - laba raksasa yang setiap sudutnya diikatkan ke dinding perbukitan. Ada kabut tipis yang sesekali menggelusur jatuh, juga dari perbukitan.
Orang menamainya Sawah Lodok. Dinamai sesuai dengan salah satu cara pembagian tanah ulayat dalam komunitas adat Manggarai, NTT. Konon, dari bentuk artistik persawahan itu tercermin betapa kuatnya hubungan kekerabatan masyarakat Cancar. Menurut sebuah sumber Lodok adalah penyebutan lokal untuk sistem pembagian tanah ulayatnya. Tanah-tanah adat yang disebut lingko dibagi kepada warga dengan sistem lodok. Yakni cara membagi lingko yang dimulai dari teno di pusat lingko. Kemudian menarik garis lurus (jari-jari) hingga batas terluar tanah lingko tersebut sebagai batas (langang).
Proses pembagian sebagai berikut: di pusat lingko ditanam sebatang kayu yang disebut “teno”.Dinamakan teno karena sepotong tiang itu diambil dari sejenis pohon yang dinamakan haju teno.(pohon teno). Teno merupakan pusat lingkaran tanah lingko yang selanjutnya disebut sebagai lodok (titi pusat) Dari teno ditarik garis batas yang disebut langang (batas tanah) sampai ke batas terluar tanah lingko yang disebut “cicing”. (lodokn one cicingn pe’ang).
Berapa besar ukuran besaran tanah di lodok (pusat lingko)? Masyarakat Manggarai membaginya berdasarkan “moso” (satu jari tangan) sebagai dasar pembagian awal. Besaran mosopun sangat relatip, tergantung pada berapa jumlah warga yang akan menerima pembagian di lingko bersangkutan. Makin banyak yang akan menerima, makin kecil ukuran moso, demikian pula sebaliknya makin sedikit jumlah penerima, makin besar ukuran moso. Berapa moso dibagikan kepada setiap orang juga bergantung pada kedudukan orang dalam beo (kampung). Maka dikenal istilah moso biasa (satu jari), moso kina (satu setengah jari) dan moso wase (tiga jari). Warga yang dianggap sebagai pemimpin (tu’a beo / golo) atau tuan tanah (tua teno) biasanya mendapat moso wase (tiga jari) yang merupakan ukuran paling besar. Sedangkan warga lainnya akan menerima moso biasa (satu jari) atau moso kina (satu setengah jari).
Hasilnya adalah suatu contur estetika seperti dalam photo ini.

photo by adventure travel

Mengagumkan bukan? Kalau bukan seperti jaring laba - laba, bentuk ini mengingatkan kita pada sebuah kubah yang terbalik. Mungkin di zaman dahulu kala sekali ada sebuah kubah yang terjatuh dari surga dan jatuhnya tepat di bumi Manggarai kali ya...

Lembor - Labuan Bajo
Manggarai memang dikenal sebagai lumbung berasnya NTT. Khusunya Lembor. Kalau di Cancar (yang lokasinya agak masuk ke selatan dari jalan utama Ruteng - Labuan Bajo) kita menemukan keunikan kultur agraris yang masih terpelihara, di kecamatan Lembor kita dapat melihat betapa suburnya NTT. Dari sinilah kebutuhan beras penduduk disuplay sepanjang waktu.Sebagian besar daerahnya adalah dataran luas persawahan yang di lingkari gugusan perbukitan di kejauhan. Luas sekali terlihat.
Ke sana, ke bukit - bukit di kejauhan itulah oto yang menuju labuan Bajo terus bergerak. Apabila sudah terasa jalan mulai mendaki, siapkanlah diri Anda. Jalan makin sempit ke arah Labuan Bajo, aspalnya sudah banyak yang rusak. Kalau sudah begini, siapkan pula lah diri Anda untuk memaki - maki pemerintah dalam hati karena infrastruktur jalan dan transportasi umum yang buruk (dan ini terjadi hampir di seluruh propinsi NTT). Sangat tak sebanding dengan karunia alam yang diberikan kepada Manggarai ini.
Sekali lagi, silahkan menyumpahi pembangunan yang lalai. Sumpah serapah kita tak kan didengar orang kalau di dalam oto. Sebab biasanya ada musik dipasang keras - keras toh. Apalagi sopir oto Ruteng - Labuan Bajo itu biasanya lulusan STM alias Sopir Timor Modifikasi. Dibentuk oleh campuran kultur santri katolik, budaya lokal, budaya indonesia modern dan pengaruh tuak sedikit hehhehe... .... Jadi sudah pasti suka musik dan suka gila-gilaan di jalan sempit yang di sisinya ada jurang - jurang dalam. Mana sempat memperhatikan kita hehehe. Namun tentu saja pengalaman seperti ini hanya terjadi kalau kita naik bis umum.
Kalau menaiki mobil travel tentu lain lagi ceritanya ya. Flores secara umum ditempati oleh masyarakat yang ramah dan penuh toleransi, fair dan karena itu siapapun yang mengunjungi wilayah ini dijamin merasa aman. Seaman perasaan kita menyaksikan panorama luar biasa saat oto menuruni jalan perbukitan ke arah Labuan Bajo menjelang senja.
Ada gugusan bukit yang berlapis - lapis hingga ke bawah sana. Punggung pulau - pulau yang warnanya berubah jingga karena disepuh lembayung senja. sampai di sini, cobalah mengheningkan pikiran. Rasanya kita sedang berada di garis batas alam nyata dan alam gaib. Matahari yang meninggalkan cahayanya di balik gugusan pulau pulau jauh itu bagaikan sebuah pintu gerbang ke alam lain. sedang oto terus melaju mendekatnya.
Tak lama kita saksikan hal seperti itu. Karena hari segera malam dan malam segera menjemput subuh. Pada saat itulah kita selalu ingin melihat Labuan Bajo. Seekor elang putih melayang ringan ke pucuk menara kapal. Hinggap di sana dan matanya yang tajam memandang ke dasar laut yang jernih, perahu - perahu nelayan, gugusan pulau berpasir halus. Sedang ke seberang sana, laut yang tenang dan jernih itu terus mengalun riak dan cahya. Laut yang sepertinya tak ingin menyembunyikan apa - apa yang ada di dasarnya...


Tidak ada komentar: